1.1
Latar Belakang
Salah satu ciri pertanian modern
yaitu usahatani yang dilakukan berorientasi kepada keuntungan. Usahatani yang
dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga tetapi untuk dapat
meningkatkan pendapatan petani, untuk itulah harus diupayakan peningkatan
kemampuan dan keterampilan petani dalam melaksanakan usahataninya. Disamping
itu pula usahatani yang dijalankan harus pula memperhatikan kebutuhan pemenuhan
gizi.
Peranan komoditi palawija dirasakan
sangat penting dalam upaya untuk memenuhi gizi masyarakat, karena merupakan
sumber protein dan kalori yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam
kehidupan sehari-hari (Departemen Pertanian, 1983). Salah satu komoditi
palawija yang memiliki peranan yang penting di Indonesia adalah Kedelai. Nilai
nutrisi kedelai sangat baik untuk kesehatan manusia, terutama kandungan protein
nabati yang dikandung kedelai cukup tinggi.
Kedelai, atau kacang kedelai, adalah salah satu tanaman polong-polongan
yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur
khususnya negara Indonesia seperti kecap, tahu, dan tempe yang merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun
yang lalu di Asia Timur. Kedelai merupakan sumber utama protein
nabati dan minyak
nabati
dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika
Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di
luar Asia
setelah 1910.
Kedelai juga
sangat mudah untuk di budidayakan. Kedelai dikenal dengan berbagai banyak sekali nama seperti
sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedele, kacang ramang, kacang bulu, kacang
gimbol, retak mejong, kaceng bulu, kacang jepun, dekenana, demekun, dele,
kadele, kadang jepun, lebui bawak, lawui, sarupapa tiak, dole, kadule, puwe
mon, kacang kuning (aceh) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa
kedelai telah lama dikenal di Indonesia dan sudah banyak berkembang di
Indonesia yang diolah berbagai macam jenis makanan.
Tanaman kedelai memiliki potensi dan
prospek yang baik untuk diusahakan, karena tanaman ini relatif mudah
dibudidayakan. Selain itu permintaan terhadap produksi kedelai terus meningkat
baik untuk kebutuhan pangan maupun untuk industri. Penulis akan menyajikan
tabel-tabel perkembangan produktivitas dan konsumsi kedelai di Indonesia,
sebagai berikut:
1. Potensi
Kedelai di Indonesia
Tabel 1. Produktivitas dan Produksi
Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2013
Tahun
|
Luas Panen(Ha)
|
Produktivitas(Ku/Ha)
|
Produksi(Ton)
|
2009
|
722791.00
|
13.48
|
974512.00
|
2010
|
660823.00
|
13.73
|
907031.00
|
2011
|
622254.00
|
13.68
|
851286.00
|
2012
|
567624.00
|
14.85
|
843153.00
|
2013
|
550793.00
|
14.16
|
779992.00
|
Sumber: BPS, 2014
Berdasarkan tabel luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai pada
tahun 2009-2013 dapat diketahui bahwa terjadi ketidakstabilan dari komoditas
kedelai terkait luas panen, produksi dan produktivitas dari kedelai. Pada
setiap tahunnya kedelai mengalami kondisi naik turun. Meskipun produktivitas
kedelai selama lima tahun mengalami peningkatan, namun secara keseluruhan dari
tahun 2009-2013 dapat dikatakan bahwa luas panen dan produksi kedelai mengalami
penurunan selama kurun waktu lima tahun, yang pada tahun 2009 produksi kedelai
di Indonesia mencapai 974.512 ton sedangkan tahun terakhir produksi kedelai
hanya mencapai 779.992 ton. Nilai produksi di Indonesia paling banyak disumbang
dari Provinsi Jawa Timur.
Tabel 2. Produktivitas dan Produksi Kedelai Jawa Timur Tahun 2009-2013
Tahun
|
Luas Panen(Ha)
|
Produktivitas(Ku/Ha)
|
Produksi(Ton)
|
2009
|
264779.00
|
13.42
|
355260.00
|
2010
|
246894.00
|
13.75
|
339491.00
|
2011
|
252815.00
|
14.52
|
366999.00
|
2012
|
220815.00
|
16.39
|
361986.00
|
2013
|
210618.00
|
15.64
|
329461.00
|
Sumber: BPS, 2014
Data dari Provinsi Jawa Timur yang menyumbangkan nilai terbesar bagi produksi
kedelai di Indonesia menunjukkan kesamaan hasil seperti data Indonesia dari
tahun 2009-2013 secara keseluruhan. Tingkat luas panen, produktivitas dan
produksi kedelai mengalami kondisi yang naik turun. Faktor-faktor penyebab
menurunnya produksi kedelai di Jawa Timur antara lain karena usahatani kedelai
kurang menguntungkan, kalah bersaing dengan kedelai impor yang harganya relatif
lebih murah. Masalah perbaikan harga yang memihak petani akan merangsang petani
untuk beralih ke pertanaman kedelai kembali.
Kedelai yang merupakan
tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan lahan kering. Sekitar
60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% di lahan kering.
Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia dengan luas di
masing-masing wilayah. Salah satu kendala dalam penentuan komoditas dalam pola
tanam adalah nilai kompetitif kedelai. Kedelai memiliki nilai kompetitif yang
lebih rendah daripada jagung, pada saat ini. Secara finansial, usahatani
kedelai cukup menguntungkan, dengan pendapatan bersih mencapai Rp
2.048.500/haPada usaha pertanian hilir kedelai industri tahu, tempe, dan kecap
membutuhkan kedelai dalam jumlah yang terus meningkat. Industri pakan ternak
(unggas) merupakan usaha hilir yang cukup penting dalam agribisnis kedelai.
Dalam pembuatan pakan ternak diperlukan bungkil kedelai dengan proporsi 15-20%
dari komposisi bahan pakan. Kedelai juga diperlukan sebagai bahan baku industri
tepung, pangan olahan, dan pati. Industri lainnya membutuhkan kedelai sebanyak
12% dari total kebutuhan nasional.
2.
Tingkat
Konsumsi Kedelai
Pasar kedelai internasional dapat dianalisis melalui kondisi penawaran dan
permintaan kedelai di pasar internasional dan negara ekportir dan
importir yang dominan serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penawaran
dan permintaan dunia. Penawaran kedelai di pasar internasional didominasi oleh
beberapa negara, dimana Amerika Serikat (AS), Brazil dan Argentina merupakan
negara pengekspor utama dengan pangsa ekspor 90% dari total
pasar dunia. Dominasi beberapa negara penghasil dan pengekspor kedelai
menunjukkan pasar kedelai merupakan pasar persaingan tidak
sempurna. Dominasi AS dalam ekspor kedelai ditunjukkan dengan
peningkatan produksi dan produktivitas yang didorong dengan pengadopsian rekayasa
genetika (GM) sejak tahun 1996.
Keanekaragaman manfaat kedelai telah mendorong tingginya permintaan kedelai
di dalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein
murah membuat kedelai semakin diminati. Semakin besarnya jumlah penduduk
Indonesia berpotensi pada semakin meningkatnya permintaan kedelai. Konsumsi
kedelai diproyeksikan mengalami pertumbuhan sebesar 1,38% pertahun.
Tabel 3. Proyeksi Konsumsi
Kedelai 2010-2014
Tahun
|
Jumlah Penduduk (juta)
|
Konsumsi Perkapita (kg)
|
Jumlah Konsumsi
|
2010
|
234.181
|
10.10
|
2.365
|
2011
|
236.954
|
10.10
|
2.393
|
2012
|
239.687
|
10.20
|
2.445
|
2013
|
242.376
|
10.20
|
2.472
|
2014
|
245.021
|
10.20
|
2.499
|
Pertumbuhan
|
1.31
|
0.24
|
1.38
|
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan (2010)
Permintaan kedelai yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan produksi
kedelai yang cenderung berkembang lambat. Besarnya keter-gantungan terhadap
kedelai impor tersebut me-nyebabkan harga kedelai di pasar cenderung fluktuatif
dan sulit untuk dikendalikan oleh instansi terkait.
Tabel 4. Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia
2005 – 2009
Tahun
|
Konsumsi (ribuan ton)
|
Impor (ribuan ton)
|
Tingkat Ketergantungan (%)
|
2005
|
1.841,3
|
1.117,8
|
60,7
|
2006
|
1.837,2
|
1.028,8
|
56,0
|
2007
|
2.004,1
|
1.411,6
|
70,4
|
2008
|
1.945,5
|
1.169,0
|
60,0
|
2009
|
1.974,7
|
1.052,4
|
53,3
|
Sumber: Data diolah BPS 2009
Data menunjukkan bahwa tingkat ketergantung-an impor kedelai pada tahun
2000 – 2009 selalu lebih dari 50% dari total konsumsi kedelai di Indonesia.
Dengan tingkat ketergantungan impor terbesar pada tahun 2007 yaitu sebesar
70,4%. Kondisi terbaru tersebut jelas bertolakbelakang dengan kondisi pada
tahun 1992, ketika Indonesia mencapai puncak produksi tertinggi yaitu sebesar
1,6 juta ton dan berhasil mencapai swasembada kedelai. Namun kondisi tersebut
tidak berlangsung lama, dari tahun ke tahun produksi dalam negeri terus
menurun. Hal ini terutama dipicu oleh perubahan kebijakan tata niaga kedelai,
yaitu dengan diberlakukannya pasar bebas yang mengakibatkan derasnya kedelai
impor dengan harga
murah. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya minat petani karena insentif yang
diterima rendah.
Di Desa Balonggebang juga banyak warganya yang
menanam kedelai terutama ketika mendekati musim kemarau sekitar bulan Juni, karena
budidaya kedelai perawatannya mudah serta tidak memerlukan banyak air. Di Desa
Balonggebang produksi rata-rata usahatani kedelai adalah 1.325 kg/ha, harga
produk yang berlaku adalah Rp 2.000,00/kg. Petani menggarap
lahan milik sendiri. Hal ini memungkinkan petani untuk mengelola usahataninya
secara lebih baik, karena status kepemilikan tanah berpengaruh terhadap hasil
yang akan diterima petani tersebut. Musim tanam kedelai pada bulan Juni 2016
dari Desa Balonggebang lahan yang ditanami kedelai oleh petani rata–rata adalah
0,68 Ha.
Dari 6 Orang petani sampel semuanya menggarap lahan milik sendiri. Hal itulah
yang melatarbelakangi pembuatan karya ilmiah yang berjudul "Pendapatan usaha
tani tanaman kedelai Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten
Nganjuk".
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan yang
diharapkan dapat dijadikan skripsi agar
dapat bermanfaat bagi pembaca, rekan mahasiswa, dan bahkan masyarakat di
seluruh Indonesia.
1.3 Manfaat Penulisan
Dengan dilakukannya penelitian ini, pembaca dapat mengetahui bagaimana
sejarah tanaman kedelai, yaitu :
1.
Untuk Mengetahui
manfaat dari kedelai
2. Untuk Mengetahui budibaya tanaman kedelai
3. Untuk mengetahui pendapatan usaha tani tanaman kedelai.
0 comments:
Post a Comment