Selamat malam sahabat Lily.. bagaimana
kabarnya? Semoga kalian baik-baik saja yah.... Kali ini saya akan memposting
tentang biografi sunan kalijaga. Siapa yang tidak mengenal sunan kalijaga. Seseorang
yang amat sangat memikirkan rakyat kecil (berandal loka jaya). Yuk silakan
disimak
BIOGRAFI SUNAN KALIJAGA
from wikipedia |
Nama aslinya adalah Joko Said yang
dilahirkan sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban.
Arya Wilatikta ini adalah keturunan dari pemberontak legendaris Majapahit,
Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa Adipati Arya Wilatikta sudah
memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Namun sebagai Muslim, ia
dikenal kejam dan sangat taklid kepada pemerintahan pusat Majapahit yang
menganut Agama Hindu. Ia menetapkan pajak tinggi kepada rakyat. Joko Said muda
yang tidak setuju pada segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati sering membangkang
pada kebijakan-kebijakan ayahnya. Pembangkangan Joko Said kepada ayahnya
mencapai puncaknya saat ia membongkar lumbung kadipaten dan membagi-bagikan
padi dari dalam lumbung kepada rakyat Tuban yang saat itu dalam keadaan
kelaparan akibat kemarau panjang. Karena tindakannya itu, Ayahnya kemudian
‘menggelar sidang’ untuk mengadili Joko Said dan menanyakan alasan
perbuatannya. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Joko Said untuk mengatakan
pada ayahnya bahwa, karena alasan ajaran agama, ia sangat menentang kebijakan
ayahnya untuk menumpuk makanan di dalam lumbung sementara rakyatnya hidup dalam
kemiskinan dan kelaparan.
Ayahnya tidak dapat menerima alasannya
ini karena menganggap Joko Said ingin mengguruinya dalam masalah agama. Karena
itu, Ayahnya kemudian mengusirnya keluar dari istana kadipaten seraya
mengatakan bahwa ia baru boleh pulang jika sudah mampu menggetarkan seisi Tuban
dengan bacaan ayat-ayat suci Al Qur’an. Maksud dari ‘menggetarkan seisi Tuban’
di sini ialah bilamana ia sudah memiliki banyak ilmu agama dan dikenal luas
masyarakat karena ilmunya. Riwayat masyhur kemudian menceritakan bahwa setelah
diusir dari istana kadipaten, Joko Said berubah menjadi seorang perampok yang
terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur. Sebagai Perampok, Joko Said selalu
‘memilih’ korbannya dengan seksama. Ia hanya merampok orang kaya yang tak mau
mengeluarkan zakat dan sedekah. Dari hasil rampokannya itu, sebagian besarnya
selalu ia bagi-bagikan kepada orang miskin. Kisah ini mungkin mirip dengan
cerita Robin Hood di Inggris. Namun itulah riwayat masyhur tentang beliau.
Diperkirakan saat menjadi perampok inilah, ia diberi gelar ‘Lokajaya’ artinya
kurang lebih ‘Perampok Budiman’. Semuanya berubah saat Lokajaya alias Joko Said
bertemu dengan seorang ulama , Syekh Maulana Makhdum Ibrahim alias Sunan
Bonang. Sunan Bonang inilah yang kemudian mernyadarkannya bahwa perbuatan baik
tak dapat diawali dengan perbuatan buruk –sesuatu yang haq tak dapat
dicampuradukkan dengan sesuatu yang batil sehingga Joko Said alias Lokajaya
bertobat dan berhenti menjadi perampok. Joko Said kemudian berguru kepada Sunan
Bonang hingga akhirnya dikenal sebagai ulama dengan gelar ‘Sunan Kalijaga’.
Sejarah Nama 'Kalijaga'
Pertanyaan ini masih menjadi misteri dan
bahan silang pendapat di antara para pakar sejarah hingga hari ini. Masyarakat
Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon.
Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan
Sunan Gunung Jati. Ini dihubungkan dengan kebiasaan wong Cerbon untuk
menggelari seseorang dengan daerah asalnya – seperti gelar Sunan Gunung Jati
untuk Syekh Syarif Hidayatullah, karena beliau tinggal di kaki Gunung Jati.
Fakta menunjukan bahwa ternyata tidak ada ‘kali’ di sekitar dusun Kalijaga
sebagai ciri khas dusun itu. Padahal, tempat-tempat di Jawa umumnya dinamai
dengan sesuatu yang menjadi ciri khas tempat itu. Misalnya nama Cirebon yang
disebabkan banyaknya rebon (udang), atau nama Pekalongan karena banyaknya
kalong (Kelelawar). Logikanya, nama ‘Dusun Kalijaga’ itu justru muncul setelah
Sunan Kalijaga sendiri tinggal di dusun itu. Karena itu, klaim Masyarakat
Cirebon ini kurang dapat diterima.
Riwayat lain datang dari kalangan Jawa
Mistik (Kejawen). Mereka mengaitkan nama ini dengan kesukaan wali ini berendam
di sungai (kali) sehingga nampak seperti orang yang sedang “jaga kali”. Riwayat
Kejawen lainnya menyebut nama ini muncul karena Joko Said pernah disuruh
bertapa di tepi kali oleh Sunan Bonang selama sepuluh tahun. Pendapat yang
terakhir ini yang paling populer. Pendapat Ini bahkan diangkat dalam film
‘Sunan Kalijaga’ dan ‘Walisongo’ pada tahun 80-an. Saya sendiri kurang sepaham
dengan kedua pendapat ini. Secara sintaksis, dalam tata bahasa-bahasa di Pulau
Jawa (Sunda dan Jawa) dan segala dialeknya, bila ada frase yang menempatkan
kata benda di depan kata kerja, itu berarti bahwa kata benda tersebut berlaku
sebagai subjek yang menjadi pelaku dari kata kerja yang mengikutinya. Sehingga
bila ada frase ‘kali jaga’ atau ‘kali jogo’ berarti ada ‘sebuah kali yang
menjaga sesuatu’. Ini tentu sangat janggal dan tidak masuk akal. Bila benar
bahwa nama itu diperoleh dari kebiasaan Sang Sunan kungkum di kali atau karena
beliau pernah menjaga sebuah kali selama sepuluh tahun non-stop (seperti dalam
film), maka seharusnya namanya ialah “Sunan Jogo Kali” atau “Sunan Jaga Kali”.
Kemudian secara logika, silakan anda
pikirkan masak-masak. Mungkinkah seorang da’i menghabiskan waktu dengan
kungkum-kungkum di sungai sepanjang hari? Tentu saja tidak. Sebagai da’i yang
mencintai Islam dan Syi’ar-nya, tentu ada banyak hal berguna yang dapat beliau
lakukan. Riwayat Kejawen bahwa beliau bertapa selama sepuluh tahun non-stop di
pinggir kali juga merupakan riwayat yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa
seorang ulama saleh terus-menerus bertapa tanpa melaksanakan shalat, puasa,
bahkan tanpa makan dan minum? Karena itu, dalam pendapat saya, kedua riwayat
itu ialah riwayat batil dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Demikian uraian tentang biografi sunan kalijaga, semoga bermanfaat dan
bisa menambah wawasan kita.
0 comments:
Post a Comment