Selamat malam sahabat Lily.. bagaimana kabarnya? semoga kebaikan selalu menyertai kita yah... kali ini mimin akan memposting tentang sejarah dari sunan gunung pring ( raden santri) semoga bermanfaat yah sahabat
ASAL – USUL SEJARAH SUNAN GUNUNG PRING ( Raden Santri )
Selepas
runtuhnya kedhaton Majapahit yang ditandai dengan sengakalan Sirna Ilang Kertaning Bhumi, maka
putra-putri Brawijaya V juga menyebar ke berbagai daerah. Satu diantara
pangeran tersebut bernama Raden Bondan Kejawen. Dialah ayah dari Ki Ageng
Getas Pendowo yang menurunkan Ki Ageng Selo. Nama terakhir ini terkenal sebagai
tokoh legenda yang konon dapat menakhlukkan, bahkan menangkap petir dalam
sebuah pertempuran yang sangat dahsyat hingga meninggalkan api abadi di daerah
Mrapen. Dirinyalah pula yang menciptakan tombak Kyai Plered, sebuah pusaka yang
kemudian secara turun-temurun menjadi piandel bagi
dinasti Mentawisan.
Tombak
sakti inilah yang kelak diturunkan kepada Ki Ageng Enis dan sampai kepada Ki
Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya. Di masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya
di Pajang, terjadilah upaya kraman, perebutan
hak waris atas tahta Demak, yang dilakukan oleh Arya Jipang atau dikenal pula
sebagai Arya Penangsang.
Dalam
suatu peperangan yang sangat sengit akhirnya tombak Kyai Plered berhasil
disarangkan ke perut Arya Jipang hingga mbrodhol, terurai
ususnya. Dan pemberontakan pun berhasil dipadamkan.
Atas
jasa-jasa yang dilakukan Panglima Wiratamtama Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi
dalam mengatur strategi menghadapi Arya Jipang, maka Sultan Hadiwijaya berkenan
memberikan Alas Mentaok sebagai tanah perdikan kepada Ki Ageng Pemanahan,
sedangkan Ki Penjawi mendapat hadiah yang sama di wilayah Pati. Alas Mentaok
lambat laun berkembang menjadi daerah pertanian yang subur makmur, dan kemudian
menjadi cikal bakal kerajaan Mataram Islam.
Tatkala
Pajang surut, maka fajar kekuasaan menyingsing di bhumi Mataram. Danang
Sutawijaya yang dikenal pula sebagai Ngabehi Loring Pasar atau Panembahan
Senopati naik tahta menjadi raja pertama Mataram. Tatkala Mataram berkembang,
salah seorang adik Panembahan Senopati yang bernama Pangeran Singosari,justru
meminggirkan diri dari pusat kekuasaan. Semenjak awal ia memang lebih menekuni
ilmu agama sebagaimana diajarkan Wali Songo ataupun para ulama setelahnya. Ia
kemudian pergi mengembara dalam rangka ingin menyebarkan agama di pedalaman
daerah Kedu.
Di
sebuah tanah perbukitan sisi barat gunung Merapi adik Senopati tersebut
menetap. Bukit yang tidak seberapa tinggi tersebut memiliki gerumbul rumpun
bambu yang sangat lebat. Dari kejauhan nampaklah sebuah gunung yang diselubungi
rumpun bambu. Itulah sebabnya daerah tempat tinggal Pangeran Singosari ini
kemudian lebih dikenal dengan nama Gunung Pring. Karena Pangeran Singosari
ingin benar-benar nyawiji, membaur dengan rakyat, maka ia justru sengaja
menutupi identitas kepangeranannya. Karena ia dikenal alim dan pernah nyantri
di pesantren, maka masyarakat sekitar menjulukinya dengan sebutan Raden Santri.
Kyai
Raden Santri tergolong ulama awal yang menyebarkan agama di wilayah sekawan keblat gangsal pancer-nya gunung Merapi,
Merbabu, Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali
Progo. Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai
Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai Gus
Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, hingga Kyai Dalhar,
dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai Raden Santri inilah yang
kemudian menjadi ulama penyebar dan menjadi tokoh agama Islam di wilayah Gunung
Pring hingga saat ini. peran ini kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren
Darussalam di Watucongol.
Makam
Kyai Raden Santri dan anak cucunya kebanyakan berada di kawasan atas Gunung
Pring dan kini menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi ummat Islam dari
berbagai penjuru tanah air.
Kompleks
makam Kyai Raden Santri terletak di sisi barat kota Muntilan, tepat di atas
sebuh bukit yang sangat asri. Makam Gunung Pring secara administrasi berada di
Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Namun demikian,
secara asal-usul sejarah kepemilikian, makam kompleks makam ini merupakan milik
Keraton Ngayojakarta Hadiningrat di bawah Reh Kawedanan Hageng Sriwandowo
bagian Puroloyo.
Memasuki
kaki bukit sebagai akses masuk ke kompleks makam, pengunjung akan disambut
terminal parkir dengan deretan ruko yang menjajakan berbagai peralatan ibadah
maupun souvenir hasil kerajinan masyarakat setempat. Untuk naik ke atas bukit
ada dua pilihan akses jalan berundak yang dapat dilalui, satu berada di sebelah
Masjid Kyai Raden Santri melewati sisi timur, dan satu lagi melewati Mushola
Raden Santri lewat sisi utara bukit. Gunung Pring merupakan sebuah bukit pendek
yang dapat didaki dalam waktu tidak lebih dari 20 menit.
Menapaki
anak tangga yang sedikit menanjak memang membutuhkan ekstra tenaga dan tarikan
nafas. Namun sambil berjalan ke atas, kita akan disuguhi pemandangan sekitar
yang sangat eksotis. Ada dataran kota Muntilan di sisi timur, gunung
Merapi-Merbabu jauh di sebelah timur dan timur laut. Sementara di sebelah
selatan terhampar daerah pertanian yang ijo royo-royo hingga batas pegunungan
Menoreh.
Raden Santri Gunung
Pring Bangsawan yang Tawadhuk
Makam Kyai Raden Santri berada di Gunungpring Muntilan Magelang. Nama Kyai
Raden Santri sangatlah dikenal oleh masyarakat, khususnya masyarakat Magelang
dan sekitarnya. Kyai Raden Santri yang akrab dipanggil Mbah Kyai Raden Santri
adalah putra Ki Ageng Pamanahan dan bergelar Kanjeng Pangeran Singosari yang
masih memiliki trah Prabu Brawijaya.
Raden Santri Dilahirkan Di Pajang dan ketika Kyai Ageng Pemanahan babad alas Mentaok Raden Santri Pun ikut serta dalam Rombongan.
Raden Santri Dilahirkan Di Pajang dan ketika Kyai Ageng Pemanahan babad alas Mentaok Raden Santri Pun ikut serta dalam Rombongan.
Setelah Mataram kokoh sebagai Perdikan. Kanjeng Panembahan Senopati
memberikan Gelar pada adiknya dengan nama Pangeran Singosari. Dan bertugas
dakwah di utara Mataram sambil menjaga keamanan Mataram dari sebelah utara.
Kyai Raden Santri adalah seorang ulama yang tergolong ulama awal penyebar
agama Islam di sekitar gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan deretan
pegunungan Menoreh di sepanjang Kali Progo.
Menjelang kerajaan Mataram berdiri, Kyai Raden Santri pernah menjabat
sebagai Senopati Perang yang bertugas mengajarkan shalat kepada para prajurit.
Saat akan mengajarkan shalat kepada para prajurit, di dusun itu Kyai Raden
Santri tidak menemukan air untuk berwudlu'. Kemudian Kyai Raden Santri berdo;a
kepada Allah agar diberikan air. Lalu Kyai Raden Santri membuat sendang dengan
tongkatnya, dan dengan izin Allah, sendang itupun memancarkan air, bahkan
hingga kini sendang tersebut tak pernah berhenti memancarkan air, bahkan di
musim kemarau sekalipun. Sendang itu terletak di dusun Kolosendang, desa
Ngawen, kecamatan Muntilan, kabupaten Magelang.
Disebutkan pula, saat Kyai Raden Santri menetap di desa Santren, Ia suka
berkhalwat atau menyepi di puncak bukit Gunungpring. Suatu hari, ketia Kyai
Raden Santri hendak pulang dari bukit Gunungpring menuju desa Santren, ia
mendapati sungai yang harus ia seberang sedang meluap dan dilanda banjir. Kyai
Raden Santri berkata kepada air "Air, berhentilah, aku mau
menyeberang", maka luapan air itupun berhenti, batu-batu sungai
bermunculan kembali karena banjir telah reda. Itulah sebabnya, tempat tersebut
diberi nama Watucongol yang berarti batu bermunculan.
Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai Krapyak
II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai Raden Jogorekso,
Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajad, hingga Kyai Dalhar, dan termasuk
Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai Raden Santri inilah yang kemudian
menjadi ulama penyebar dan menjadi tokoh agama Islam di wilayah Gunung Pring
hingga saat ini. peran ini kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam
di Watucongol.
Komplek Makam Kyai Raden Santri dan anak cucunya kebanyakan berada di
kawasan atas Gunung Pring dan kini menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi
ummat Islam dari berbagai penjuru tanah air.
Kompleks makam Kyai Raden Santri
terletak di sisi barat kota Muntilan, tepat di atas sebuah bukit yang sangat
asri. Secara administratif, Komplek Makam Kyai Raden Santri beserta para anak
cucunya di Gunung Pring berada di wilayah Desa Gunung Pring, Kecamatan
Muntilan, Kabupaten Magelang. Namun demikian, berdasarkan sejarah kepemilikan
wilayah, kompleks makam ini merupakan milik dan wilayah Keraton Ngayogjokarto
Hadiningrat di bawah Reh Kawedanan Hageng Sriwandowo bagian Puroloyo. Dan makam
ini disebut Astana Puroloyo.
Saat memasuki kaki bukit sebagai akses masuk ke kompleks makam Kyai Raden
Santri di Gunung Pring, peziarah akan dapat melihat terminal parkir dengan
deretan ruko yang menjajakan berbagai peralatan ibadah maupun souvenir hasil kerajinan
masyarakat setempat. Untuk naik ke atas bukit, ada dua pilihan akses jalan
berundak yang dapat dilalui oleh para peziarah, satu melalui sisi timur bukit
yaitu melalui sebelah Masjid Kyai Raden Santri, dan satu lagi melalui sisi
utara bukit yaitu melewati Mushola Raden Santri. Gunung Pring merupakan sebuah
bukit pendek yang dapat didaki dalam waktu tidak lebih dari 20 menit.
Menapaki anak tangga yang sedikit menanjak memang membutuhkan ekstra tenaga
dan tarikan nafas. Namun sambil berjalan ke atas, para peziarah akan disuguhi
pemandangan sekitar yang sangat indah. Ada dataran kota Muntilan di sisi timur,
gunung Merapi-Merbabu jauh di sebelah timur dan timur laut. Sementara di
sebelah selatan terhampar daerah pertanian yang hijau hingga batas pegunungan
Menoreh. Setiap tanggal 1 Muharram di halaman rumah Gus Jogorekso dan makam
Gunungpring diadakan acara Khaul Kyai Raden Santri. Khaul adalah acara
peringatan meninggalnya Kyai Raden Santri yang diisi dengan pembacaan Al-Quran,
tahlil, kirab budaya dan diakhiri dengan pengajian oleh para Ulama dan Kyai.
Hal yang menarik dari haul tersebut yaitu acara kirab budaya oleh para abdi
dalem Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Deretan barisan pembawa tumpeng dan
rangkaian hasil tani sebagai simbol bentuk syukuran. Barisan tersebut berangkat
dari halaman rumah Gus Jogorekso kemudian melewati jalan Pemuda Muntilan menuju
makam dan dilanjutkan dengan berziarah membaca tahlil. Kemudian bancaan (makan
bersama).
Saat ini kirab budaya tersebut dimeriahkan oleh masyarakat sekitar dengan
menggunakan delman dan berpakaian ala wali bagi pria, dan bagi wanita berpakaian
sopan menggunakan kerudung. Sampai saat ini daerah Gunungpring dan sekitarnya
menjadi tujuan wisata religi. Hal ini dikarenakan kesejarahan daerah tersebut
sebagai muncul dan berkembangnya ajaran agama Islam, beberapa makam wali dan
ulama, dan sekaligus menjadi tempat Pondok pesantren ternama, yakni Ponpes
Darussalam. Di Watucongol.
0 comments:
Post a Comment