Friday, January 19, 2018

ASAL – USUL SEJARAH SUNAN GUNUNG PRING ( Raden Santri )

Selamat malam sahabat Lily.. bagaimana kabarnya? semoga kebaikan selalu menyertai kita yah... kali ini mimin akan memposting tentang sejarah dari sunan gunung pring ( raden santri) semoga bermanfaat yah sahabat


ASAL – USUL SEJARAH SUNAN GUNUNG PRING ( Raden Santri )
Selepas runtuhnya kedhaton Majapahit yang ditandai dengan sengakalan Sirna Ilang Kertaning Bhumi, maka putra-putri Brawijaya V juga menyebar ke berbagai daerah. Satu diantara pangeran tersebut bernama  Raden Bondan Kejawen. Dialah ayah dari Ki Ageng Getas Pendowo yang menurunkan Ki Ageng Selo. Nama terakhir ini terkenal sebagai tokoh legenda yang konon dapat menakhlukkan, bahkan menangkap petir dalam sebuah pertempuran yang sangat dahsyat hingga meninggalkan api abadi di daerah Mrapen. Dirinyalah pula yang menciptakan tombak Kyai Plered, sebuah pusaka yang kemudian secara turun-temurun menjadi piandel bagi dinasti Mentawisan.
Tombak sakti inilah yang kelak diturunkan kepada Ki Ageng Enis dan sampai kepada Ki Ageng Pemanahan dan Danang Sutawijaya. Di masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya di Pajang, terjadilah upaya kraman, perebutan hak waris atas tahta Demak, yang dilakukan oleh Arya Jipang atau dikenal pula sebagai Arya Penangsang. 
Dalam suatu peperangan yang sangat sengit akhirnya tombak Kyai Plered berhasil disarangkan ke perut Arya Jipang hingga mbrodhol, terurai ususnya. Dan pemberontakan pun berhasil dipadamkan. 
Atas jasa-jasa yang dilakukan Panglima Wiratamtama Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi dalam mengatur strategi menghadapi Arya Jipang, maka Sultan Hadiwijaya berkenan memberikan Alas Mentaok sebagai tanah perdikan kepada Ki Ageng Pemanahan, sedangkan Ki Penjawi mendapat hadiah yang sama di wilayah Pati. Alas Mentaok lambat laun berkembang menjadi daerah pertanian yang subur makmur, dan kemudian menjadi cikal bakal kerajaan Mataram Islam.
Tatkala Pajang surut, maka fajar kekuasaan menyingsing di bhumi Mataram. Danang Sutawijaya yang dikenal pula sebagai Ngabehi Loring Pasar atau Panembahan Senopati naik tahta menjadi raja pertama Mataram. Tatkala Mataram berkembang, salah seorang adik Panembahan Senopati yang bernama Pangeran Singosari,justru meminggirkan diri dari pusat kekuasaan. Semenjak awal ia memang lebih menekuni ilmu agama sebagaimana diajarkan Wali Songo ataupun para ulama setelahnya. Ia kemudian pergi mengembara dalam rangka ingin menyebarkan agama di pedalaman daerah Kedu.
Di sebuah tanah perbukitan sisi barat gunung Merapi adik Senopati tersebut menetap. Bukit yang tidak seberapa tinggi tersebut memiliki gerumbul rumpun bambu yang sangat lebat. Dari kejauhan nampaklah sebuah gunung yang diselubungi rumpun bambu. Itulah sebabnya daerah tempat tinggal Pangeran Singosari ini kemudian lebih dikenal dengan nama Gunung Pring. Karena Pangeran Singosari ingin benar-benar nyawiji, membaur dengan rakyat, maka ia justru sengaja menutupi identitas kepangeranannya. Karena ia dikenal alim dan pernah nyantri di pesantren, maka masyarakat sekitar menjulukinya dengan sebutan Raden Santri.
Kyai Raden Santri tergolong ulama awal yang menyebarkan agama di wilayah sekawan keblat gangsal pancer-nya gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali Progo. Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai Gus Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajak, hingga Kyai Dalhar, dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai Raden Santri inilah yang kemudian menjadi ulama penyebar dan menjadi tokoh agama Islam di wilayah Gunung Pring hingga saat ini. peran ini kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam di Watucongol.
Makam Kyai Raden Santri dan anak cucunya kebanyakan berada di kawasan atas Gunung Pring dan kini menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi ummat Islam dari berbagai penjuru tanah air.
Kompleks makam Kyai Raden Santri terletak di sisi barat kota Muntilan, tepat di atas sebuh bukit yang sangat asri. Makam Gunung Pring secara administrasi berada di Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Namun demikian, secara asal-usul sejarah kepemilikian, makam kompleks makam ini merupakan milik Keraton Ngayojakarta Hadiningrat di bawah Reh Kawedanan Hageng Sriwandowo bagian Puroloyo.
Memasuki kaki bukit sebagai akses masuk ke kompleks makam, pengunjung akan disambut terminal parkir dengan deretan ruko yang menjajakan berbagai peralatan ibadah maupun souvenir hasil kerajinan masyarakat setempat. Untuk naik ke atas bukit ada dua pilihan akses jalan berundak yang dapat dilalui, satu berada di sebelah Masjid Kyai Raden Santri melewati sisi timur, dan satu lagi melewati Mushola Raden Santri lewat sisi utara bukit. Gunung Pring merupakan sebuah bukit pendek yang dapat didaki dalam waktu tidak lebih dari 20 menit.
Menapaki anak tangga yang sedikit menanjak memang membutuhkan ekstra tenaga dan tarikan nafas. Namun sambil berjalan ke atas, kita akan disuguhi pemandangan sekitar yang sangat eksotis. Ada dataran kota Muntilan di sisi timur, gunung Merapi-Merbabu jauh di sebelah timur dan timur laut. Sementara di sebelah selatan terhampar daerah pertanian yang ijo royo-royo hingga batas pegunungan Menoreh.
Raden Santri Gunung Pring Bangsawan yang Tawadhuk
Makam Kyai Raden Santri berada di Gunungpring Muntilan Magelang. Nama Kyai Raden Santri sangatlah dikenal oleh masyarakat, khususnya masyarakat Magelang dan sekitarnya. Kyai Raden Santri yang akrab dipanggil Mbah Kyai Raden Santri adalah putra Ki Ageng Pamanahan dan bergelar Kanjeng Pangeran Singosari yang masih memiliki trah Prabu Brawijaya.
Raden Santri Dilahirkan Di Pajang dan ketika Kyai Ageng Pemanahan babad alas Mentaok Raden Santri Pun ikut serta dalam Rombongan.

Setelah Mataram kokoh sebagai Perdikan. Kanjeng Panembahan Senopati memberikan Gelar pada adiknya dengan nama Pangeran Singosari. Dan bertugas dakwah di utara Mataram sambil menjaga keamanan Mataram dari sebelah utara.
Kyai Raden Santri adalah seorang ulama yang tergolong ulama awal penyebar agama Islam di sekitar gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan deretan pegunungan Menoreh di sepanjang Kali Progo.
Menjelang kerajaan Mataram berdiri, Kyai Raden Santri pernah menjabat sebagai Senopati Perang yang bertugas mengajarkan shalat kepada para prajurit. Saat akan mengajarkan shalat kepada para prajurit, di dusun itu Kyai Raden Santri tidak menemukan air untuk berwudlu'. Kemudian Kyai Raden Santri berdo;a kepada Allah agar diberikan air. Lalu Kyai Raden Santri membuat sendang dengan tongkatnya, dan dengan izin Allah, sendang itupun memancarkan air, bahkan hingga kini sendang tersebut tak pernah berhenti memancarkan air, bahkan di musim kemarau sekalipun. Sendang itu terletak di dusun Kolosendang, desa Ngawen, kecamatan Muntilan, kabupaten Magelang.
Disebutkan pula, saat Kyai Raden Santri menetap di desa Santren, Ia suka berkhalwat atau menyepi di puncak bukit Gunungpring. Suatu hari, ketia Kyai Raden Santri hendak pulang dari bukit Gunungpring menuju desa Santren, ia mendapati sungai yang harus ia seberang sedang meluap dan dilanda banjir. Kyai Raden Santri berkata kepada air "Air, berhentilah, aku mau menyeberang", maka luapan air itupun berhenti, batu-batu sungai bermunculan kembali karena banjir telah reda. Itulah sebabnya, tempat tersebut diberi nama Watucongol yang berarti batu bermunculan.
Keturunan Kyai Raden Santri berturutan adalah Kyai Krapyak I, Kyai Krapyak II, Kyai Krapyak III, Kyai Harun, Kyai Abdullah Sajad, Kyai Raden Jogorekso, Raden Moch Anwar AS, Raden Qowaid Abdul Sajad, hingga Kyai Dalhar, dan termasuk Kyai Ahmad Abdulhaq. Anak keturunan Kyai Raden Santri inilah yang kemudian menjadi ulama penyebar dan menjadi tokoh agama Islam di wilayah Gunung Pring hingga saat ini. peran ini kini dilanjutkan melalui Pondok Pesantren Darussalam di Watucongol.
Komplek Makam Kyai Raden Santri dan anak cucunya kebanyakan berada di kawasan atas Gunung Pring dan kini menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi ummat Islam dari berbagai penjuru tanah air.
 Kompleks makam Kyai Raden Santri terletak di sisi barat kota Muntilan, tepat di atas sebuah bukit yang sangat asri. Secara administratif, Komplek Makam Kyai Raden Santri beserta para anak cucunya di Gunung Pring berada di wilayah Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Namun demikian, berdasarkan sejarah kepemilikan wilayah, kompleks makam ini merupakan milik dan wilayah Keraton Ngayogjokarto Hadiningrat di bawah Reh Kawedanan Hageng Sriwandowo bagian Puroloyo. Dan makam ini disebut Astana Puroloyo.
Saat memasuki kaki bukit sebagai akses masuk ke kompleks makam Kyai Raden Santri di Gunung Pring, peziarah akan dapat melihat terminal parkir dengan deretan ruko yang menjajakan berbagai peralatan ibadah maupun souvenir hasil kerajinan masyarakat setempat. Untuk naik ke atas bukit, ada dua pilihan akses jalan berundak yang dapat dilalui oleh para peziarah, satu melalui sisi timur bukit yaitu melalui sebelah Masjid Kyai Raden Santri, dan satu lagi melalui sisi utara bukit yaitu melewati Mushola Raden Santri. Gunung Pring merupakan sebuah bukit pendek yang dapat didaki dalam waktu tidak lebih dari 20 menit.
Menapaki anak tangga yang sedikit menanjak memang membutuhkan ekstra tenaga dan tarikan nafas. Namun sambil berjalan ke atas, para peziarah akan disuguhi pemandangan sekitar yang sangat indah. Ada dataran kota Muntilan di sisi timur, gunung Merapi-Merbabu jauh di sebelah timur dan timur laut. Sementara di sebelah selatan terhampar daerah pertanian yang hijau hingga batas pegunungan Menoreh. Setiap tanggal 1 Muharram di halaman rumah Gus Jogorekso dan makam Gunungpring diadakan acara Khaul Kyai Raden Santri. Khaul adalah acara peringatan meninggalnya Kyai Raden Santri yang diisi dengan pembacaan Al-Quran, tahlil, kirab budaya dan diakhiri dengan pengajian oleh para Ulama dan Kyai.
Hal yang menarik dari haul tersebut yaitu acara kirab budaya oleh para abdi dalem Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Deretan barisan pembawa tumpeng dan rangkaian hasil tani sebagai simbol bentuk syukuran. Barisan tersebut berangkat dari halaman rumah Gus Jogorekso kemudian melewati jalan Pemuda Muntilan menuju makam dan dilanjutkan dengan berziarah membaca tahlil. Kemudian bancaan (makan bersama).
Saat ini kirab budaya tersebut dimeriahkan oleh masyarakat sekitar dengan menggunakan delman dan berpakaian ala wali bagi pria, dan bagi wanita berpakaian sopan menggunakan kerudung. Sampai saat ini daerah Gunungpring dan sekitarnya menjadi tujuan wisata religi. Hal ini dikarenakan kesejarahan daerah tersebut sebagai muncul dan berkembangnya ajaran agama Islam, beberapa makam wali dan ulama, dan sekaligus menjadi tempat Pondok pesantren ternama, yakni Ponpes Darussalam. Di Watucongol.




Share:

0 comments:

Post a Comment