Selamat pagi Sahabat Lily hari ini saya akan memposting tentang sejarah perjuangan Cut Nyak Dien... semoga bermanfaat amin
Cut
Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 – Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di
Gunung Puyuh, Sumedang) adalah seorang Pahlawan
Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Setelah
wilayah VI Mukim diserang, ia mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga
bertempur melawan Belanda. Ibrahim
Lamnga tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah hendak
menghancurkan Belanda. Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima
Polim dan Sultan Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di bawah pimpinan Köhler, dan langsung bisa
menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Kesultanan
Aceh dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak
kemenangan, sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873. Pada tahun 1874-1880, di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan
rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.
Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan
menghancurkan Belanda. Cut Nyak Dien, setelah tertangkap oleh pihak Belanda
Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak
Dhien menolak. Namun, karena Teuku Umar mempersilakannya untuk ikut bertempur
dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan
Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kaphe
Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak
yang diberi nama Cut Gambang.
0 comments:
Post a Comment