Selamat malam sahabat Lily... bagaimana kabarnya? semoga selalu baik yah... kali ini saya akan memposting tentang sejarah gua margotresno
SEJARAH GUA MARGOTRESNO
SEJARAH GUA MARGOTRESNO
MITOS “LAMUN-LAMUN” GUA MARGO TRESNO
Gua Margo Tresno adalah salah satu tempat
pariwisata yang ada di Kabupaten Nganjuk. Gua Margo Tresno menyuguhkan panorama
alam yang indah dan nyaman. Banyak pengunjung yang datang sekedar untuk
menikmati keindahan alamnya, namun tidak jarang pengunjung yang mendatangi
tempat tersebut dengan tujuan tertentu, diantara-nya untuk bersemedi, mendapat
kebahagia-an dalam hubungan rumah tangga maupun cinta kasih mereka.
Ø Letak geografis Gua Margo Tresno
Gua
Marga Tresno terletak di Desa Sugihwaras Kecamatan Ngluyu 35 Km arah utara
pusat kota Nganjuk. Sejauh 650 m sebelum masuk pintu Gua Margo Trisno terdapat
kolam renang Argo Mulyo yang biasa dijuluki kolam Ubalan yang berasal dari
sumber air alam ubalan dengan airnya begitu jernih. Luas gua Margo Trisno lebih
kurang 15×50 m.
Ø Keadaan Gua Margo Tresno
Suasana
alam di sekitar Gua Margo Tresno mempunyai panorama pegunungan yang cukup indah
dan sejuk. Margo tresno dijuluki juga dengan Gua Lawa, karena di dalam gua
tersebut banyak dihuni oleh kelelawar. Keadaan Gua tersebut cukup
memperihatinkan
karena kurangnya ke-sadaran pengunjung untuk ikut menjaga kebersihan di
lingkungan tempat wisata Gua Margotrisno. Harga tiket masuk ka-wasan Gua Margo
Trisno Rp.2000,-/orang, sedangkan untuk sepeda motor dikenakan tarif Rp.1000,-/ motor, dan kendaraan roda empat
dikenakan tarif Rp.2000,-/kendara-an.
Ø Sejarah mitos “Lamun-lamun” Gua Margo Tresno
Mitos
atau legenda yang hidup di masing-masing kawasan di sekitar wilayah Ngluyu,
pada dasarnya tidak bisa dilepas-kan dari daya linuwih yang dimiliki oleh para
tokoh yang berada dan bertempat di wilayah tersebut. Menurut pemaparan dari
Bapak Sarjito (51) Juru Kunci gua, pada masa perang Pajang, kawasan Gua Margo
Tresno – Umbul Argomulyo (dulu disebut Ubalan) merupakan tempat persembunyian
dan berada di bawah pengamanan pung-gowo yang bernama Tlimah. Seorang punggowo
yang paling muda yang dikenal jagoan dan memiliki kesaktian dengan tugas utama
untuk menjaga, menahan, menolak, memerangi dan melindungi dari segenap ancaman
dan marabahaya agar tetap tercipta kehidupan yang aman dan damai dalam
kehidupan sehari-hari. Berkat sawab linuwih yang dimiliki punggowo Tlimah ini,
Guo Margo Tresno – Umbul Argomulyo ini kemudian tumbuh dan hidup sebuah
kepercayaan bahwa kawasan ini merupakan kawasan yang sangat manjur dan paling
tepat untuk melakukan kegiatan “lamun-lamun”. Terutama untuk kegiatan olah rasa
dan olah pikir. Mulai mencari inspirasi, mencerahkan hati, niat, pikiran, dan
membangun kembali ikatan kebahagiaan, serta kedamaian hati. Ter-masuk dalam
urusan cinta kasih dan kebahagiaan hidup berumah tangga. Oleh karena itu
dikawasan ini hidup pula sebuah mitos : “ bahwa kalau bahtera kehidupan rumah
tangga rusak atau dirusak orang, apabila datang dan berdoa di kawasan Guo Margo
Tresno – Umbul Argomulyo, maka doa mereka akan mudah terkabul”.
Mitos
tersebut diperkuat dengan sebuah legenda kehidupan keluarga seorang petani yang
memiliki anak bernama Djoko Drono, dengan kisah cerita seperti dituliskan
kembali oleh R. Soewondo (1997) sebagai berikut : Konon kata sahibul hikayat
pada zaman dulu didesa Sugihwaras Ngluyu ada seorang petani bernama Kertojoyo
yang hidup rukun dengan istrinya bernama Dinem. Di desa ini Kertojoyo terkenal
sebagai petani yang rajin, tekun, sederhana dan jujur. Diceritakan, Kertojoyo
mempunyai anak laki-laki semata wayang berwajah tampan diberi nama Joko Drono.
Konon ketika Joko Drono menginjak dewasa, Kertojoyo dan istrinya berkeinginan
agar anaknya segera mempunyai istri. Pada suatu hari , Kertojoyo memanggil Joko
Drono. Kepada anaknya Kertojoyo berkata : “Joko Drono anakku yang kusayangi,
bapak dan embokmu akan senang dan berbahagia bila engkau segera punya istri, bapak
dan embokmu berharap segera momong cucu
.
Karena
itu bapak dan embokmu berharap engkau dapat mengerti dan menuruti keinginan
bapak dan embokmu.” Joko Drono dengan jujur menjawab : “Bapak dan embok, saya
rasa harapan ayah dan embok itu bagi saya adalah seperti peribahasa pucuk
dicinta ulam tiba. Sebenarnya sudah agak lama saya akan memberitahu bapak dan
embok, tetapi saya malu dan takut. Oleh karena bapak dan embok telah membuka
jalan, terus terang memang saya sudah ingin punya istri dan sudah punya pilihan
yaitu Yuwati anak paklik ( paman ) Marto di Desa Gampeng. Bapak dan embok juga
sudah kenal dengan paklik Marto. Saya ingin segera beristri, tetapi pilihan
saya hanya satu yaitu Yuwati.” Mendengar jawaban anaknya tersebut, Kertojoyo
dan Dinem sangat senang dan setuju mempunyai calon menantu Yuwati yang cukup
cantik.
Pada
suatu hari Kertojoyo dan istrinya datang ke rumah Marto di Desa Gampeng untuk
melamar Yuwati. Antara Kertojoyo dan Marto tercapai kata sepakat dan
selanjutnya tinggal menentukan hari yang baik untuk pernikahan Joko Drono dan
Yuwati. Diceritakan pada hari yang baik telah ditentukan Marto untuk mengadakan
perhelatan pernikahan anak-nya yaitu Yuwati dan Joko Drono. Upacara pernikahan
berlangsung lancar tanpa halangan apapun.
Konon
dikisahkan perkawainan Joko Drono dengan Yuwati tidak mem-bawa kebahagiaan.
Karena antara Joko Drono dan istrinya tidak dapat rukun sebagaimana yang diharapkan.
Bahkan Joko Drono meskipun sudah menjadi suami Yuwati, namun tidak hidup
serumah dengan Yuwati dan tetap tinggal di rumah orang tuanya. Sedangkan Yuwati
juga tetap berada di rumah orang tuanya sendiri. Melihat kenyataan ini, baik
orang tua Yuwati maupun orang tua Joko Drono sangat sedih. Hari kehari, bulan
kebulan keadaan tidak berubah. Joko Drono dan Yuwati tetap belum dapat rukun.
Karena itu Kertojoyo berusaha mencari pertolong-an kepada orang-orang pintar,
antara lain ke Tuban, Bojonegoro, dan Jombang. Namun, semuanya tidak membuahkan
hasil. Joko Drono sebenarnya sangat sedih dan malu, karena apa yang
dicita-citakan ternyata tidak terwujud. Namun dibalik itu dengan penuh
ke-sabaran, ia tetap menanti dan menanti sampai kapanpun. Bahkan ia bersumpah
lebih baik mati daripada hidup tanpa Yuwati. Karena itu siang malam ia selalu
memohon kepada Tuhan agar cita-citanya terkabul. Tersebut dalam cerita, pada
suatu hari ketika perkawinannya dengan Yuwati genap 1 tahun, Joko Drono pamit
kepada orang tuanya pergi ketengah hutan dengan maksud bersemedi secara penuh,
mohon kepada Tuhan. Menjelang Subuh ketika Joko Drono telah tiga hari tiga
malam bersemedi di tengah hutan, ia menerima wisik bahwa perkawinannya akan
mendapatkan kebahagiaan bila ia dan Yuwati bersama-sama mau masuk ke sebuah goa
yang ada di Desa Sugihwaras dengan syarat memilih hari yang baik dan
dilaksanakan pada pagi hari sebelum jam 10.00.
Dikisahkan
setelah mendapatkan wisik tesebut, Joko Drono segera pulang dan menceritakan
kepada orang tuanya. Setelah Kertojoyo dan istrinya mendengar cerita anaknya,
hatinya senang dan segera menghubungi besannya (Marto). Singkat-nya kedua belah
pihak setuju dan diputus-kan akan dilaksanakn pada Hari Jum’at Kliwon. Pada
hari yang telah menjadi kesepakatan tersebut, Joko Drono dan Yuwati dengan
pakaian pengantin diantar oleh orang tuanya disertai sanak keluarga
bersama-sama pergi ke goa. Setelah tiba di Goa , Joko Drono dan Yuwati
bersama-sama masuk, sedang yang lain menunggu diluar.
Beberapa
saat kemudian Joko Drono dan Yuwati keluar dari goa. Sungguh suatu keajaiban
tidak seperti sebelumnya Joko Drono dan Yuwati ber-gandengan tangan dengan
mesra, wajah tampak berseri-seri dan selalu tersenyum. Menyaksikan Joko Drono
dan Yuwati yang tampak rukun dan mesra itu, semua yang menunggu di luar goa
sangat heran. Orangtua Joko Drono dan orangtua Yuwati sangat gembira dan
bersyukur. Selanjutnya pasangan tersebut segera diantar pulang ke rumah Marto.
Pada malam harinya sebagai ungkapan rasa syukur, Marto mengadakan pementasan
Seni Tayub. Kertojoyo dan istri juga hadir disamping undangan tamu-tamu
lainnya. Konon diceritakan sejak saat itu Joko Drono dan Yuwati menjadi
pasangan suami istri yang serasi, rukun dan bahagia. Dan sejak saat itu pula
masyara-kat Sugihwaras percaya bahwa atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, goa yang
ada di Desa Sugihwaras itu membawa berkah kerukunan dan kecintaan bagi
pengantin yang tidak dapat rukun. Karena itu masya-rakat memberi nama goa
tersebut” Margo Tresno”. Artinya , goa yang memberi jalan terpadunya cinta
kasih.
Ø Dampak yang terjadi pada masyarakat ten-tang mitos “Lamun-lamun” Gua Margo
Tresno
Mitos Lamun-lamun Gua Margo Tresno sedikit
banyak memberi dampak pada masyarakat, banyak pasangan muda-mudi bahkan suami
istri yang datang ke gua Margo Tresno dengan pengharapan akan mendapat
kesejahteraan dan kelang-gengan dalam membina hubungan/bahtera rumah tangga.
Ø Kebenaran mitos “Lamun-lamun” pada masyarakat
Kebenaran mitos Lamun-lamun pada masyarakat sampai saat ini belum dapat
dipastikan kebenarannya, hanya saja masyarakat yang datang tersugesti oleh
mitos tersebut, dan hal itulah yang membuat keinginan mereka terwujud, karena
dari sugesti tersebut masyarakat akan termotivasi untuk memperbaiki segala yang
telah ada. Kita harus tetap meyakini segala sesuatu yang terjadi di dunia ini
terjadi atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa
0 comments:
Post a Comment